Prof. Candra Fajri Ananda, SE., M.Sc., Ph.D (Staf Khusus Menteri Keuangan RI)
DI TENGAH Perjalanan Waktu yang Terus Bergerak Maju, ketidakpastian ekonomi global tetap menjadi tantangan yang belum terselesaikan. Meskipun krisis besar akibat pandemi telah berlalu, namun dunia masih harus berhadapan dengan berbagai faktor yang menciptakan ketidakstabilan ekonomi.
Alhasil, kondisi ekonomi global masih menjadi perhatian utama berbagai negara di dunia. Berdasarkan laporan terbaru World Economic Outlook April 2024, IMF memproyeksikan ekonomi global stagnan di level 3,2% (yoy) di tahun ini. Turbulensi ekonomi dunia kian mencekam tatkala memasuki bulan April 2024, di mana dinamika ekonomi keuangan global berubah cepat dengan kecenderungan ke arah negatif akibat eskalasi perang di Timur Tengah dan ketegangan geopolitik yang masih tinggi.
Terlebih, kebijakan moneter AS yang cenderung mempertahankan suku bunga tinggi lebih lama – dan penundaan pemangkasan suku bunga federal (Fed Fund Rate) – serta tingginya yield US Treasury telah menyebabkan terjadinya arus modal portfolio keluar dari negara-negara emerging dan pindah ke AS sehingga menyebabkan penguatan mata uang US Dollar dan melemahnya nilai tukar mata uang berbagai negara, termasuk Indonesia.
Oleh sebab itu, risiko arah suku bunga acuan AS dan dinamika ketegangan geopolitik global tetap perlu dicermati. Sebab, ketidakpastian tersebut dapat kembali mendorong kenaikan ketidakpastian pasar keuangan global, menekan mata uang negara berkembang, meningkatkan tekanan inflasi, dan menurunkan prospek pertumbuhan ekonomi dunia. Tak dipungkiri bahwa peningkatan ketidakpastian dan gejolak geopolitik global telah menekan pasar keuangan domestik Indonesia. Pasalnya, hingga 20 Mei 2024, aliran modal asing ke SBN dan SRBI mencapai 4,3 miliar dollar AS. Alhasil, nilai tukar rupiah pun melemah 3,74% secara kalender berjalan.
Akan tetapi, meski kinerja perekonomian domestik Indonesia masih terus dibayangi ketidakpastian global, Indonesia mampu menunjukkan resiliensinya yang terlihat dari capaian pertumbuhan pada triwulan I tahun ini. Data BPS mencatat bahwa pada triwulan I 2024, ekonomi Indonesia berhasil tumbuh sebesar 5,1% (yoy), terutama ditopang oleh permintaan domestik yang kuat dan dukungan APBN.
Capaian pertumbuhan tersebut juga berdampak positif terhadap penurunan tingkat pengangguran terbuka. Selain itu, konsumsi swasta dan pemerintah juga kian menunjukkan perbaikan yang didorong oleh dampak positif pelaksanaan Pemilu 2024 dan hari libur nasional. Begitu juga investasi menunjukkan pertumbuhan yang baik, terutama ditopang oleh investasi bangunan seiring berlanjutnya pembangunan infrastruktur.
Di sisi lain, ekspor Indonesia melambat sejalan dengan masih lemahnya permintaan dari mitra dagang utama. Kinerja ekspor-impor tersebut akan terus diliputi ketidakpastian karena harga komoditas rendah dan kapasitas cadangan di Tiongkok. Selain itu, kinerja perdagangan, terutama yang terkait dengan komoditas, juga akan sulit untuk bisa menjadi sumber pertumbuhan besar bagi Indonesia saat ini mengingat komoditas minyak masih berada pada posisi yang lemah.
Terlebih, konflik geopolitik yang berdampak besar terhadap prospek perekonomian global di masa depan masih menjadi sebuah risiko yang tak akan hilang dalam waktu dekat. Saat ini, setidaknya Indonesia patut bersyukur lantaran sektor-sektor unggulan dari sisi produksi masih tetap tumbuh positif, seperti sektor manufaktur dan perdagangan. Di Indonesia, memperkuat sektor manufaktur dan perdagangan dapat dilakukan melalui dukungan terhadap Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Hal tersebut lantaran UMKM memainkan peran krusial dalam pertumbuhan ekonomi nasional. UMKM dapat menjadi strategi efektif untuk mengatasi ketidakpastian ekonomi global dan memperkuat fondasi ekonomi nasional.
Peran Strategis UMKM dalam Ekonomi Indonesia
Di Indonesia, UMKM telah menjadi salah satu kekuatan utama dalam perekonomian Indonesia. Beberapa dekade terakhir, peran dan kontribusi UMKM semakin diakui sebagai penyokong pertumbuhan ekonomi yang vital secara nasional.
Selama ini, UMKM telah berhasil menyumbang lebih dari 60,5% terhadap PDB Indonesia dan menyediakan sekitar 97% lapangan kerja. Sektor tersebut mencakup berbagai industri, mulai dari pertanian, manufaktur, perdagangan, hingga jasa. Oleh sebab itu, peran vital UMKM dalam ekonomi tidak bisa diabaikan, terutama dalam konteks ekonomi yang penuh ketidakpastian seperti sekarang ini. Fleksibilitas dan inovasi yang dimiliki UMKM memungkinkan mereka untuk beradaptasi dan berkembang meskipun dihadapkan pada berbagai tantangan global.
UMKM memiliki keunggulan yang unik dalam hal fleksibilitas. Skala yang kecil dan struktur organisasi yang sederhana memungkinkan UMKM untuk dengan cepat beradaptasi dengan perubahan pasar dan kebutuhan konsumen. Bahkan dalam beberapa kasus, UMKM mampu merespon lebih cepat daripada perusahaan besar, memungkinkan mereka untuk tetap kompetitif dan relevan di pasar yang berubah dengan cepat.
Kini, tatkala Indonesia dihadapkan pada tantangan ekonomi yang kompleks, UMKM adalah kunci untuk menciptakan ekonomi yang lebih inklusif dan berkelanjutan di Indonesia. Keberadaan UMKM yang tersebar di seluruh pelosok negeri juga memungkinkan terjadinya pemerataan ekonomi dan mengurangi kesenjangan antara daerah perkotaan dan pedesaan.
Di pedesaan, UMKM menjadi tulang punggung ekonomi lokal yang mampu menghadirkan peluang kerja bagi penduduk setempat, mengurangi ketergantungan pada sektor pertanian, dan memberikan alternatif mata pencaharian yang lebih beragam.
Artinya, UMKM dapat memberikan peningkatan kesejahteraan masyarakat desa, menjaga keberlangsungan hidup komunitas, dan mencegah urbanisasi yang berlebihan. Tak hanya itu, UMKM pun memainkan peran penting dalam memperkuat ekonomi perkotaan. UMKM sering kali menjadi sumber inovasi dan keunikan lokal, memberikan warna dan karakteristik khusus bagi kota-kota di Indonesia.
Peningkatan Daya Saing dan Networking
UMKM Pemberdayaan UMKM menjadi salah satu prioritas nasional mengingat besarnya potensi dan kehebatannya dalam menghadapi berbagai turbulensi ekonomi, membantu penyerapan tenaga kerja, dan sebagai motor pertumbuhan ekonomi nasional.
Akan tetapi, dalam menghadapi persaingan global dan perubahan dinamis di pasar, UMKM di Indonesia masih perlu meningkatkan daya saingnya. Hal tersebut karena sektor UMKM di Indonesia masih memiliki daya saing yang rendah dibandingkan dengan berbagai negara lain. Hal ini tentu cukup miris, mengingat vitalnya peran UMKM bagi pengembangan ekonomi nasional. Center of Economic and Law Studies (Celios) menilai saat ini UMKM memiliki beberapa tantangan, salah satunya mahalnya biaya logistik terutama bahan baku sampai pengiriman kepada konsumen.
Hal tersebutlah yang kemudian memicu rendahnya daya saing UMKM Indonesia dibandingkan negara Asia Tenggara. Bahan baku merupakan elemen penting dalam proses produksi. Kualitas bahan baku yang baik akan menghasilkan produk akhir yang berkualitas tinggi.
Oleh sebab itu, peningkatan efisiensi biaya logistik adalah kunci utama untuk meningkatkan daya saing Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia. Melalui logistik yang lebih efisien, UMKM dapat memperoleh bahan baku berkualitas tinggi dengan biaya lebih rendah dan waktu pengiriman yang lebih cepat, sehingga menghasilkan produk akhir yang lebih baik.
Selain itu, rendahnya kualitas tenaga kerja dan minimnya adopsi teknologi. Banyak tenaga kerja di sektor UMKM yang kurang mendapatkan pelatihan dan pendidikan yang memadai, sehingga keterampilan dan produktivitas mereka tidak optimal. Kondisi ini diperburuk dengan kurangnya akses terhadap pelatihan teknologi terapan yang berkualitas dan berkelanjutan.
Minimnya penggunaan teknologi canggih seperti otomatisasi, sistem manajemen digital, dan platform e-commerce membatasi kemampuan UMKM untuk mencapai efisiensi operasional, serta penetrasi pasar semakin berat untuk masuk pasar lokal maupun global yang dinamis dan kompetitif. Permasalahan lainnya adalah keterbatasan dalam networking dengan stakeholder secara horizontal maupun vertical, seperti akses pasar.
Padahal, jaringan yang kuat dengan stakeholder, seperti pemasok, distributor, investor, dan pemerintah, serta koneksi dengan pasar yang lebih luas, sangat penting untuk kesuksesan UMKM. Akan tetapi, fakta menunjukkan bahwa masih banyak UMKM yang belum mampu memanfaatkan potensi tersebut secara optimal. UMKM sering kali kesulitan membangun jaringan yang efektif dengan stakeholder.
Tanpa hubungan yang kuat dengan pemasok, mereka menghadapi tantangan dalam mendapatkan bahan baku berkualitas dengan harga yang kompetitif. Hal ini berdampak langsung pada biaya produksi dan kualitas produk yang dihasilkan.
Selain itu, keterbatasan dalam networking juga mempengaruhi kemampuan UMKM untuk mengakses pasar yang lebih luas. Berkaca pada berbagai peluang dan tantangan yang dimiliki oleh UMKM di Indonesia, maka peningkatan daya saing UMKM sangat memerlukan dukungan yang kuat dari pemerintah yang berkelanjutan dan dengan target daya saing yang berbasis kemandirian.
Melalui menyediakan platform networking, memberikan pendidikan dan pelatihan, mendukung adopsi teknologi digital, membangun kemitraan strategis, dan memfasilitasi akses pendanaan, produk – produk UMKM semakin bersaing, memiliki standarisasi produk yang tinggi sehingga mudah masuk ke pasar domestik (yang notabene penuh dengan produk luar negeri) dan pasar global.
Langkah-langkah ini tidak hanya akan memperkuat UMKM, tetapi secara makro, juga akan memperkuat resiliensi ekonomi nasional sehingga mampu tumbuh dan memiliki daya tahan yang tinggi, semoga.
Artikel ini telah diterbitkan di halaman SINDOnews.com pada Senin, 27 Mei 2024 – 08:26 WIB oleh Candra Fajri Ananda dengan judul “UMKM: Katalisator Ekonomi Indonesia?