Dosen  STKIP Yapis Ungkap Tiga Penyebab Kekerasan Perempuan

Pusakapublik.com, Dompu. -Tingginya angka kekerasan terhadap perempuan maupun pernikahan di bawah umur di Kabupaten Dompu dalam beberapa tahun terakhir ini menimbulkan keprihatinan berbagai pihak. Salah satunya Pusat Bantuan Hukum Mangandar (PBHM), Mataram, NTB, sebuah lembaga yang konsen melakukan advokasi terhadap isu perempuan dan anak.

Untuk merespon masalah kekerasan terhadap perempuan tersebut, PBHM menggelar diskusi dengan siswa-siswi SMKN 1 Dompu, Jum’at (24/2/2023). Diskusi yang berlangsung di aula SMKN 1 Dompu tersebut menghadirkan dua pembicara yakni dosen STKIP Yapis Dompu Ilyas Yasin MMPd dan Direktur PBHM Yan Mangandar SH MH.

Ilyas mengungkapkan, saat ini Indonesia termasuk dalam tiga negara tidak aman bagi perempuan selain Filipina dan India. Mengutip hasil survei Komnas Perempuan, dia menyatakan kekerasan dan  tindakan pelecehan terhadap perempuan terjadi pada tiga tempat yakni di lembaga pendidikan, tempat kerja dan di jalanan. Di Kabupaten Dompu, kata dia, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak dalam tiga tahun terakhir juga cukup tinggi sehingga menjadikan Kabupaten Dompu  menempati urutan pertama  dari 10 kabupaten/kota di NTB.

 “Berdasarkan data  Dinas Pemberdayaan dan Perlindungan Perempuan dan Anak (DP3A) Kabupaten Dompu,  kasus kekerasan terhadap perempuan di Dompu pada 2017 mencapai 67 kasus, lalu 147 (2018) dan 129 (2019), sementara kekerasan terhadap anak  88 kasus (2017), 92 (2018) dan 107 (2019). Jumlah kasus kekerasan perempuan seluruhnya mencapai 343 sedangkan kekerasan anak 287 sehingga total seluruhnya 630  kasus, “ ujarnya prihatin.

Menurut Ilyas, dengan jumlah penduduk yang cukup kecil, yakni  sekitar 255.000, jumlah kasus tersebut jelas menyedihkan. Jika diurutkan, kata dia, kasus-kasus tersebut  meliputi kekerasan fisik (140 kasus), Kekerasan Dalam Rumah Tangga (130), seksual (25), eksploitasi (24),  penelantaran (9), psikis (8), sedangkan sisanya  pencurian, perdagangan orang  dan lainnya (5). Dari 8 kecamatan di Dompu  kasus terbanyak terjadi di Kecamatan Dompu (50), Woja (29) dan  Manggelewa (23). Dalam rentang waktu yang sama  kasus kekerasan anak terbanyak terdapat di Kecamatan Woja (40), Dompu (37 ) dan Pajo (12 ). Kekerasan anak  terbanyak selama 2019  adalah  kekerasan fisik (64 kasus) dan  seksual (27), sedangkan sisanya  psikis,  penelantaran  dan  penculikan. 

Ilyas mengungkapkan, setidaknya ada tiga penyebab terjadinya kekerasan pada perempuan dan anak. “Penyebab pertama kekerasan terhadap perempuan dan anak menurut saya adalah karena negara lalai memberikan edukasi kepada warganya, terutama kepada pasangan yang akan menikah,” ujarnya. Selama ini, kata dia,  negara seolah berjudi dengan nasib dan masa depannya, karena tidak ada semacam skill of parenting atau  pendidikan pranikah bagi warga yang akan memasuki usia perkawinan.

Menurut dia, banyak orangtua disebut ‘orangtua’ hanya karena bisa ‘bikin’ anak, sedangkan negara tidak menyiapkan warganya secara optimal. “Paling hanya nasihat perkawinan yang diberikan penghulu saat akad nikah. Bayangkan, negara  ‘memodali’  warganya hanya dengan nasihat perkawinan sekitar 30 menit untuk memasuki sebuah kehidupan yang baru dan sangat panjang,” tukasnya. Padahal  seorang dokter, kata dia,  butuh waktu beberapa tahun kuliah untuk menjadi dokter, begitu pula calon guru. Itu pun, kata Ilyas, seorang sarjana keguruan  pun tidak menjamin mampu menjadi guru yang baik dan disukai murid-muridnya.

Penyebab kedua, menurut Ilyas, kekerasan juga dipicu oleh relasi gender yang timpang baik yang dikukuhkan oleh budaya maupun klaim keagamaan. “Selama ini budaya kita menempatkan perempuan dan anak  dalam posisi subordinasi. Keduanya tidak dipandang sebagai pribadi yang otonom. Kedudukan  perempuan dan anak  dalam konteks  relasi sosial budaya  kita dianggap sebagai ‘kepemilikan’. Perempuan adalah milik ayah atau saudara laki-lakinya, atau milik suaminya setelah ia menikah,” jelasnya.

Begitu pun anak adalah milik orangtuanya, sehingga posisi keduanya rentan. Dalam fiqih Islam, kata Ilyas,  terdapat dua pandangan tentang pernikahan yakni ‘aqd tamlik (akad kepemilikan) yang disponsori mazhab Iman Syafii. “Mazhab ini menganggap bahwa pernikahan adalah akad kepemilikan, sedangkan satu lagi ‘aqd ibadah, yakni  pernikahan dipandang sebagai akad untuk menghalalkan satu  hubungan yang sebelumnya haram. Dalam pandangan kedua ini perempuan dipandang sebagai pribadi otonom dan sejajar dengan kaum pria,” terangnya.

Menurut Ilyas, kebolehan memukul istri  (dan anak) juga memberikan pembenaran lain untuk mensubordinasi kaum perempuan (dan anak). “Kaum perempuan (ibu) sering diromantisasi sebagai “al-madrasatul ula”  (sekolah pertama) bagi anak-anaknya, tetapi orang lupa bahwa sekolah yang baik dan bermutu  itu juga  harus dipimpin oleh kepala sekolah bermutu pula, dalam hal ini suami atau bapak” ujarnya mengingatkan. Begitu pula, lanjutnya, kebolehan memukul anak saat usianya 10 tahun jika tidak mau salat sebagaimana dalam sebuah hadis.  

“Anjuran memukul itu seringkali dikedepankan, tetapi orang lupa bahwa ada  rentang tiga  tahun untuk melakukan edukasi dan membimbing anak sebelum ‘hukuman’ memukul  itu benar-benar ditegakkan, “ beber Ilyas. 

Sedangkan penyebab ketiga, menurut Ilyas adalah pudarnya kearifan lokal, termasuk yang bersumber dari ajaran Islam, seperti larangan anak masuk ke kamar orangtuanya tanpa izin dalam tiga waktu yakni setelah dhuhur dan Isya dan sebelum subuh. Begitu pula perintah  hadis agar anak-anak mulai usia 7 tahun (baik sesama anak laki-laki terlebih perempuan)  supaya tidur secara terpisah (wafarriqu bainahum filmadaji’i) .

“Ini berarti bahwa secara ideal  anggota keluarga  harus tinggal di rumah permanen agar  kehidupan  privasi mereka lebih terjaga. Kasus  pencabulan yang dilakukan oleh dua  ayah kandung terhadap putrinya berusia 16 tahun  dan berusia 3 tahun yang terjadi di Dompu beberapa waktu lalu, boleh jadi karena mengabaikan kearifan budaya  semacam ini,” pungkasnya.  

Kegiatan diskusi yang diikuti 53 siswa maupun perwakilan pengurus OSIS SMKN 1 Dompu tersebut dibuka oleh Wakasek Bidang Kesiswaan Drs  Syahbuddin MPd dan dihadiri Pembina OSIS Muslim Ansyari SPd (10).

Dilihat sebanyak : 387 views