Pusakapublik..com, Dompu. – Kunjungan dan audiensi Kepala Kantor Bahasa Provinsi NTB Dr Retno Puji Hardiningtyas, SS MHum beserta tim dengan jajaran sivitas akademika STKIP Yapis Dompu, Selasa (27 Desember 2022) tidak hanya untuk menjajaki kerjasama dan menyosialisasikan program prioritas kantor bahasa, tapi juga menyampaikan beberapa peluang pekerjaan bagi mahasiswa dan alumni bahasa yang dapat mereka masuki.
Retno maupun penerjemah Ahli Muda Kantor Bahasa NTB Zamzam Hariro MPd menyatakan, alumni jurusan bahasa (seperti bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris) STKIP Yapis tidak hanya menjadi guru dan dosen tapi juga berpeluang bekerja di banyak sektor termasuk di Kantor Bahasa.
“Lulusan jurusan bahasa dapat juga bekerja sebagi pengkaji dan peneliti bahasa, sastrawan, jubir presiden, penerjemah, sekretaris, konsulat, Kemenlu, atase, diplomat, editor, penyunting, takarir, dubbir dan lainnya. Termasuk menjadi pengajar Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA),” ujar Retno optimis.
Ditambahkan Zamzam, itu sebabnya jurusan bahasa Indonesia di Universitas Indonesia, Jakarta, termasuk jurusan favorit dan banyak diminati mahasiswa.
Secara khusus, terkait dengan profesi sebagai pengajar BIPA, Zamzam Hariro MPd mengingatkan, mengajarkan bahasa Indonesia bagi orang asing berbeda dengan mengajarkan bahasa Indonesia untuk orang Indonesia.
Dia memaparkan bahwa berdasarkan pengalamannya terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan.
Pertama, kata dia, orang asing yang mempelajari bahasa Indonesia bukan berarti tidak tahu sama sekali keadaan maupun bahasa Indonesia. Sebaliknya beberapa informasi umum mengenai Indonesia sudah mereka ketahui sebelumnya.
“Jadi jangan coba berbohong misalnya demi menyenangkan siswa BIPA, sebab mereka sangat tidak senang dibohongi. Faktanya ada beberapa pengajar BIPA yang seperti itu,” ungkapnya. Akibatnya, kata Zamzam, akhirnya siswa BIPA menarik diri dan tidak mau lagi belajar dengan pengajar BIPA seperti itu.
Kedua, kata Zamzam, pengajar BIPA harus mencari tahu apa kebutuhan siswa BIPA yang diajarnya karena tiap siswa BIPA memiliki kebutuhannya masing-masing.
“Karena itu tidak boleh mengajar siswa BIPA dengan membawa buku Bahasa Indonesia kelas 2 SD misalnya. Ini pernah kejadian. Ada pengajar BIPA yang mengajarkan ini budi dan sejenisnya,” ujar Zamzam.
Akibatnya, kata dia, hal itu pernah diprotes siswa BIPA dewasa. Sebab yang dibutuhkannya adalah pelajaran bahasa Indonesia yang sesuai kebutuhannya dalam bekerja. “Orang asing itu kalau mereka tidak suka ya langsung menyatakan tidak suka,”tambahnya.
Ketiga, perbedaan budaya. Misalnya tidak boleh menanyakan hal-hal pribadi seperti status menikah, punya anak, umur atau agama yang dianutnya.
“Bagi masyarakat kita mungkin hal itu dianggap biasa, tetapi bagi orang asing pertanyaan soal privacy itu bisa membuat orang asing tersinggung dan marah,” kata Zamzam mengingatkan.
Selain itu, menurut dia, ada juga pengajar BIPA yang menceritakan beberapa budaya Indonesia yang buruk dengan maksud menyenangkan siswanya. Misalnya, pengendara berboncengan tiga orang dengan alasan dianggap sebagai budaya, padahal hal tersebut adalah sesuatu yang salah.
Keempat, jika pengajar BIPA lebih banyak berbicara di depan kelas pada dasarnya sudah gagal menjadi pengajar BIPA. Keberhasilan pengajar BIPA, menurut Zamzam, jika ia berbicara sedikit dan sebaliknya siswalah yang harus lebih banyak memproduksi kata-kata.
“Jika siswanya lebih banyak bicara di kelas dan guru hanya menyiapkan bahan, itulah guru BIPA yang berhasil,” tutur Zamzam.
Sebab semakin banyak pengajar BIPA memproduksi kata maka siswa akan semakin bingung, apalagi dengan banyak menggunakan variasi kata seperti ‘saya’, ‘aku’, ‘gue’ dan lainnya. Jadi, menurutnya, katakanlah sehari hanya mengajarkan 10 kata maka itulah yang harus dimaksimalkan sesuai dengan keempat keahlian berbahasa yakni membaca, menulis, mendengar dan berbicara.
Zamzam sendiri pernah menjadi tiga tahun sebagai pengajar BIPA di perusahaan tambang emas di PT Newmont, Sumbawa, sebelum menjadi ASN (Aparat Sipil Negara). Dia menceritakan, awal dirinya menjadi pengajar BIPA itu seperti mimpi tapi kemudian menjadi kenyataan yang menyenangkan.
“Siapa sih yang tidak mau jalan-jalan keluar negeri. Apalagi dibayar ya,” ujar pengajar BIPA di Jepang, Thailand dan Malaysia ini. Di akhir sesi Zamzam menawarkan kemungkinan kerjasama dengan STKIP Yapis Dompu untuk mengadakan pelatihan pengajar BIPA.
Acara silaturrahim dan audiensi dihadiri Ketua Ketua STKIP Yapis Dr Dodo Kurniawan SE ME dan para Waket, pimpinan lembaga, unit, dosen dan mahasiswa STKIP Yapis Dompu (10).